Rabu, 21 Mei 2014

Benefits of Fasting




Reading Comprehension - Benefits of Fasting



Develop your reading skills. Read the following text on the benefits of fasting and do the comprehension questions



Health Benefits of Fasting

fastingFasting is part and parcel of the practices of many religions including, Islam, Judaism and Christianity. Today many are trying to dig up the benefits of fasting. Some people fast for spiritual reasons while others fast as a way to physically discipline the body. Whatever reasons one might come up with, it has been scientifically proved that fasting has tremendous health benefits.
First, fasting is said to play an important role in the detoxification of the body. Detoxification is a normal body process of eliminating or neutralizing toxins through the colon, liver, kidneys, lungs, lymph glands, and skin. This process starts when fasting. Food no longer enters the body and the latter turns to fat reserves for energy. These fat reserves were created when excess glucose and carbohydrates were not used for energy or growth, not excreted, and therefore converted into fat. When the fat reserves are used for energy during a fast, it releases the chemicals from the fatty acids into the system which are then eliminated through the body organs, leading to the cleansing of the whole body.
An other known benefit of fasting is the healing process that is obvious in the body during a fast. When fasting energy is diverted away from the digestive system due to its lack of use and towards the metabolism and immune system. The healing process during a fast is made easy by the body's search for energy sources. Abnormal growths within the body, tumors and the like, do not have the full support of the body's supplies and therefore are more susceptible to disappear.
Fasting also leads to a feeling of rejuvenation and extended life expectancy. This might be due to the detoxification effect of fasting. A study was performed on earthworms that showed the extension of life thanks to fasting. The experiment was performed in the 1930s by isolating one worm and putting it on a cycle of fasting and feeding. The isolated worm outlived the other worms by 19 generations, while still maintaining its freshness and youthful physiological characteristics.





ramadhan



Reading Comprehension - Ramadan



Develop your reading skills. Read the following text about Ramadan. Then answer the comprehension questions



Ramadan is the ninth month of the Islamic calendar. It is the Islamic month of fasting, in which participating Muslims refrain from eating, drinking from dawn until sunset. Ramadan had been the name of the ninth month in Arabian culture long before the arrival of Islam. In the Qur'an it is said that "fasting has been written down (as obligatory) upon you, as it was upon those before you" which is a reference to the Jewish practice of fasting on Yom Kippur. Fasting is meant to teach the Muslim patience, modesty and spirituality.
RamadanRamadan is a time for Muslims to fast for the sake of God and to offer more prayer than usual. During Ramadan, Muslims ask forgiveness for past sins, pray for guidance and help in refraining from everyday evils, and try to purify themselves through self-restraint and good deeds.
As compared to the solar calendar, the dates of Ramadan vary, moving backwards about ten days each year as it is a moving holiday depending on the moon. Ramadan was the month in which the first verses of the Qur'an were said to be revealed to the Islamic Prophet Muhammad. That was during a night that Muslims call Laylat al-Qadr (the night of decree or measures.) The night is believed to be one of the 10 last days of the month.
Ramadan ends with Eid ul-Fitr on the first of Shawwal, with much celebration and feasting.




















juvenile crime



Juvenile Crime

Juvenile delinquency refers to antisocial or illegal behavior by children or adolescents and is considered a serious problem all over the world. It is caused by social, economic and cultural factors. This juvenile criminality is apparent in marginal sectors of urban areas where children are exposed to violence in their immediate social environment, either as observers or as victims. Because delinquents basic education, if they have any, is poor they have been marginalized from society and destitute of any dignity or self esteem. Although most legal systems prescribe specific procedures for dealing with young criminals, such as juvenile detention centers and suppression, approaches to prevent youth from becoming delinquent should also include measures to instill equality and justice, fight poverty and create an atmosphere of hope and peace among youth. These preventive policies should be given priorities over any coercive measures.
Socioeconomic opportunities and administrative services should be provided in rural areas to discourage young people from migrating to urban areas. Similarly, youth from poor urban settings should benefit from plans that focus on education, employment and access to leisure programs , especially during long school holidays. Young people who drop out of school or come from broken families should have access to specific social programs that help them become responsible adults.
Information campaigns should be planned to sensitize youth to be aware of the detrimental effects of violence on the family, community and society, to teach them how to communicate without violence. Focus on the importance of family should become a priority because it is the primary institution of socialization of youth and continues to play an important role in the prevention of juvenile delinquency and underage crime.

















 

 

hikmah dibalik setiap peristiwa

hikmah dibalik setiap peristiwa




Oleh Rizka dwi seftiani SPd I


Barangsiapa mengenal Allah, hilanglah prasangka buruknya, dan ia berkata, “semua kejadian pasti ada hikmahnya.”-Syarif ‘Abasyi wafat 504 H
K

ehidupan manusia memang penuh warna-warni, dan setiap orang memiliki kisah hidup masing-masing, kebahagiaan dan kesedihan datang silih berganti. Namun, ada sebagian orang yang senantiasa bersedih dan menyesali takdir yang dijalaninya sehingga hari-harinya hanya diisi dengan rasa penyesalan.
          Dengan kata lain, mereka memiliki prasangka buruk atau presepsi negative terhadap peristiwa yang menimpa diri mereka. Padahal kalau mau, mereka bisa mengubah keadaan karena Allah tak akan pernah mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan mereka sendiri. (QS. Ar-Ra’ad :[13] :11)
          Selain itu, banyak ayat-ayat al-Qur’an yang memotivasi untuk selalu optimis, diantaranya surah an-Najm (53):39-40 yang menjelaskan bahwa manusia tidak akan memperoleh selain apa yang diusahakannya, dan hasil usahanya akan diperlihatkan di kemudian hari. Baik usaha untuk urusan dunia maupun urusan akhirat.
          Anda pasti pernah mendengar kisah Hajar Ibunda Nabi Ismail as. Ketika Ismail menangis kehausan, ia berlari-lari kecil dari Shafa ke Marwah dan sebaliknya. Bahkan kisah itu menjadi dasar disyaria’atkannya sa’i, salah satu ritual dalam ibadah haji dan umrah. Akhirnya Allah memberi berita gembira di ujung usahanya dengan berkah air Zamzam yang akhirnya masih mengalir jernih sampai detik ini.
          Secara bahasa Sa’i  berarti usaha. Dari ritual Sa’i kita bisa mengambil hikmah bahwa orang-orang sukses adalah mereka yang memiliki karakter pantang menyerah. Setiap kali menemui kegagalan, mereka akan bertahan sekuat tenaga untuk bertahan. Bagi mereka, kegagalan bukanlah waktu untuk berhenti. Sebaliknya, kegagalan merupakan kesempatan mengevaluasi diri untuk meningkatkan ketangguhan jiwa. Sekiranya dulu Thomas Alfa Edison menyerah dan putus asa setelah berkali-kali gagal membuat lampu pijar, bisa jadi kita sekarang masih diliputi kegelapan dan masih menggunakan lampu templok. Demikian halnya dengan Charles Babbage-penemu komputer. Jika ia menyerah saat mengalami kesulitan, sejarah teknologi tidak akan secanggih saat ini.
          Jadi, sudah semestinya setiap Muslim tidak berhenti berusaha, selalu memiliki jiwa optimis, serta pantang menyerah dan pasrah. Jika cara A belum berhasil, saatnya introspeksi, bisa jadi ada sesuatu yang kurang dengan cara A. kemudian, melakukan pembenahan dengan cara B, C,  dan seterusnnya.
          Demikian pula dengan seorang pelajar yang sudah belajar sekuat tenaga untuk menghadapi ujian, semua buku sudah dibaca, bergadang semalaman, dan tidak lupa usahanya diiringi do’a yang tidak putus-putus. Namun terkadang, hasil ujian jauh dari harapan, takdir menentukan bahwa ia belum berhasil dalam ujiannya.
          Jika berbagai cara sudah ditempuh, dan tetap mengalami kegagalan, jangan sampai ada prasangka buruk kepada Allah. karenaAllah pasti sudah menyimpan rahasia dibalik setiap kejadian. Di sinilah keyakinan si pelajar pada kekuatan takdir sedang diuji. Inilah cara Allah menguji hamba-Nya.
          Artinya, Allah selalu menyimpan hikmah yang indah bagi hamba-Nya yang senantiasa bersabar dan menjadikan shalat sebagai penolongnya. Allah SWT berfirman,” hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta oramg-orang yang sabar.”(QS. Al-Baqarah :[2]:153). Apalagi yang harus dikhawatirkan kalau Allah senantiasa bersama kita. Ketika ujung usaha sudah didapat, yang perlu dilakukan adalah ikhlas menerima takdir dengan senyum tulus, karena bisa jadi sesuatu yang kita benci adalah yang terbaik untuk kita. Allah Maha Mengetahui sedangkan pengetahuan kita terbatas. (QS. Al-Baqarah: [2]:216). Wallahu A’lam.   

memetakan kesubliman hakiki



Memetakan kesubliman hakiki
Oleh fahrizal Muhammad
(Master trainer MHMMD Trainer center)

S
uatu hari seorang teman bertanya, “Mas Rizal, bisa gak ya, aku postpone hidup?  Lagi overload, nih. Aku nyesel, Dulu aku nggak belajar sungguh-sungguh. Sekarang kerjaku serabutan tanpa masa depan. Aku sekarang sering kasar sama orang tua. Sekarang mereka sudah nggak ada. Aku khawatir,  gimana masa depan anak-anakku??”
Penyesalan masa lalu, keinginan postpone masa kini, dan kecemasan masa depan berkelindan dalam waktu kita. Sebagai makhluk berdimensi waktu, keinginan bermain-main dengan entitas waktu terasa begitu menggoda.  Namun ternyata, keluar sejenak dari putaran waktu, kembali ke masa lalu, atau menjenguk masa depan tidak (atau belum?) bisa kita lakukan. Kita dalam kesubliman hakiki terhadap waktu.
          Waktu tidak bisa diurai dari hidup kita. Kita ada di dalam dan bersamanya. Sejatinya, bersamanyalah kita menandai sejumlah titik dalam perjalanan kehidupan: lahir, ulang tahun, nikah, pindah rumah, pergi haji, melahirkan, wisuda, naik pangkat, dan lain sebagainya. Bersamanya pula kita tertawa dan menitikkan air mata.
          Dialah aset penting. Kita memiliki waktu yng sama dalam sehari. Tak seorang pun punya hak istimewa dihadapan sang waktu. Ingatlah, tidak ada orang yang diperlakukan tidak adil dalam waktu (QS. Al-faatir :35:37). Oleh karena itu, wajar bila diperuntukannya akan dipertanyakan ketika kita kembali kehadapan Allah.
          Rasulullah SAW bersabda, ”tidak bergeser kaki seorang hamba sehingga ia akan ditanya tentang empat perkara: umurnya untuk ada dihabiskan, ilmunya untuk apa diamalkan, hartanya dari mana didapatkan dan ke mana  dibelanjakan, hartanya dari mana  didapatkan dan ke mana dibelanjakan, dan badannya untuk apa digunakan.”(HR. Tirmidzi)
          Sebagai aset, waktu tidak bisa dipinjamkan dan diperjualbelikan. Dialah kemutlakan dan kerelatifan. Private sekaligus public. Hubungan kita dengan waktu pun sangat unik. Kita tidak bisa seenaknya “ keluar masuk” dalam waktu. Jadi, wajar bila sejak dulu mausia teropsesi untuk “menaklukkan” dan “melipat” waktu: menengok masa lalu atau mengintip masa depan.
Life is journey
Hidup adalah sebuah perjalanan. Perjalanan yang baik adalah perjalanan dengan titik destinasi yang tegas. Kita dituntut untuk tidak memberi ruang sedikit pun terhadap godaan yang akan melengahkan kita untuk memanfaatkan waktu yang ada secara maksimal.
          Perjalanan ini sangat menarik. Pertama, ia membekali seseorang dengan sejumlah rambu tanpa paksaan. Kitab suci dan sejumlah kisah teladan menjadi kumpulan rambu tersebut. Kedua, ketidakterikatan memberi ruang pilihan yang sangat tidak terbatas kepada manusia. Perjalanan ini mesti ditempuh dengan kecerdasan dan kemurnian. Ketiga, perjalanan ini sangat berbatas waktu, dan seseorang tidak pernah tahu sampai kapan batas waktu yang tersedia. Penuh teka-teki dan misteri. Namun optimisme harus tetap dipelihara, secemas apapun hati akan ancaman ”kehabisan waktu.”
          Persoalannya sekarang, segenap simbol pada ”manual” manusia bersifat sangat universal. Oleh karena itu, setiap orang  pasti membuat blue print perjalanan hidupnya Sendiri. Membuat route yang diyakininya akan memberikan kebahagiaan. Untuk itu, mereka merasa perlu membuat sebuah peta. Peta hidup, namanya.
          Peta hidup akan memuat dua perjalanan. Pertama, perjalanan “fisik” mengarungi ruang dan luasnya bumi Allah. Inilah makna perjalanan yang paling umum. Seseorang berada dalam satu kondisi dan suasana menempuh jarak tertentu untuk mengunjungi sejumlah tempat dalam kurun waktu tertentu. Perjalanan Ibnu batutah dan Maroko, misalnya.
          Kedua, perjalanan mengarungi samudra kehidupan sejak lahir sampai meninggal dunia. Dalam perjalanan itu, kita bertemu dengan sejumlah permasalahan dan rasa, bertemu sejumlah manusia dalam berbagai relasi dan kepentingan, mengalami berbagai pergantian kondisi alam dan iklim, dan menjadi pelaku atau saksi sejarah. Akumulasi perjalanan hidup inilah yang membentuk karakter kita.
          Kini kita ditantang untuk menuliskan perjalanan itu: masa lalu, masa kini, dan masa depan dalam satu garis lurus. Berbagai hal yang pernah singgah dalam hidup, muncul sebagai mozaik kehidupan. Berbagai simbol setiap episode perjalanan hidup, hadir sebagai medium. Jika kita merangkainya dengan keikhlasan, maka akan tampak keutuhannya. Nah, sahabatku, tunggu apalagi, mari tulis peta hidup kita! WaAllah A’lam bish-shawab.